Malu



“Budaya Malu.” Tulisan yang terlihat jelas mulai dari jarak sepuluh meter ketika memasuki area sebuah gedung sekolah. Tulisan yang terlihat sederhana. Namun, mengandung makna penguat akhlak. Sifat malu tak akan mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan, malu yang terbungkus ilmu.

Hari itu, semua telah menunaikan salat duhah, kemudian semua siswa kembali ke tempat duduk masing-masing untuk siap membekali diri dengan ilmu dikala pagi saat hati dan pikiran masih sempurna agar mudah menangkap faedah ilmu.

“Tok, tok, tok.” Suara ketukan pintu kelas. Sesosok dengan wajah cemberut berdiri di depan pintu ditemani oleh Sang Ibu. “Maaf, hari ini dia terlambat makanya cemberut, malu katanya karena datang terlambat,” si ibu menjelaskan.

***

Malu itu baik, hanya saja kerap kali disalah artikan. Memiliki rasa malu bagaikan memiliki pegangan untuk menyelamatkan diri. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

“Jika Allah ingin menghancurkan sebuah kaum, dicabutlah dari mereka rasa malu. Bila rasa malu telah hilang maka yang muncul adalah sikap keras hati. Bila sikap keras hati membudaya, Allah mencabut dari mereka sikap amanah (kejujuran dan tanggung jawab). Bila sikap amanah telah hilang maka yang muncul adalah para pengkhianat. Bila para pengkhianat merajalela Allah mencabut rahmat-Nya. Bila rahmat Allah telah hilang maka yang muncul adalah manusia laknat. Bila manusia laknat merajalela Allah akan mencabut dari mereka tali-tali islam.

Namun, saat ini tak dapat dipungkiri rasa malu itu mulai terkikis oleh arus teknologi. Beberapa kali terlewat dalam beranda media sosial kata-kata saling menghina dan menjatuhkan. yah, dengan mudah saling mempermalukan.

Padahal rasa malu adalah mahkota kemuliaan. Rasa malu bertengger bukan hanya pada mereka yang berbuat salah, tetapi juga datang dari mereka yang berbuat baik. Mereka malu ketika amal kebaikannya terlihat oleh orang lain, mereka malu ketika suatu masa menghadap wajah Rabbnya amalannya hanya bagaikan debu yang bertebaran saja, mereka itu adalah pengikut petuah dari seorang ulama bernama Salman bin Dinar, “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu.”

Ketika rasa malu menghinggapi wanita role model melintasi zaman yang namanya tertoreh di atas tinta emas dalam sejarah yaitu Fatimah Azzahra. Azzahra menjadi salah satu julukan yang juga mencirikan kepribadiannya.

Rasa malu yang hinggap di dada hingga dia mengucapkan permintaan keduanya sebelum meninggal, “Ketika kalian menguburku, maka tutuplah seluruh tubuhku dengan baik. Aku tidak ingin siapa saja melihat bagian tubuhku. Selain itu, kuburkanlah pada malam hari karena aku malu atas kelahiran banyak orang."

Ketika rasa malu itu masih tertanam dalam nurani yang terbungkus dengan ilmu, maka akan menjadi mahkota yang berkilau pada diri manusia.

Dan salah satu rasa terbaik yang melekat pada diri seseorang adalah rasa malu. Malu ketika perbuatan tak lagi sejalan dengan perkataan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bicara Tentang Palestina Dalam Kelas

Belum Jadi Guru Yang Baik

Guru Aini