Perpisahan


Dalam perjalanan hidup ini, kita menemukan beberapa kali rasa kecewa, beberapa kali rasa penolakan, sampai pada akhirnya akan menemukan yang mengobati itu semua.

Semua berjalan sesuai kehendak-Nya. Daun kering pun tak akan jatuh tanpa kehendak-Nya apalagi yang menimpa manusia. Ada beberapa hal yang kadang sudah diperjuangkan dengan segala kemampuan, tetapi dengan mudah terlepas begitu saja. Bukan karena tidak pantas mendapatkannya. Melainkan harus paham bahwa sekeras apa pun berjuang kita tidak bisa melawan takdir (kehendak-Nya).

Zaman berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi ini. Skenario perpisahan telah ada sejak zaman Nabi Adam.

Mentari bersinar cerah dan angin yang berhembus mesra menjadi saksi atas pertemuan kala itu. Dengan segala keramahan dan kasih telah membersamai. Banyak cerita yang tertoreh, banyak kenangan telah terlukis di hati.

Kala tersebut namamu, ada rasa kehilangan tersendiri yang menghinggapi dada. "Dua orang yang saling mencintai karena Allah, "Kata Rasulullah, kemudian beliau melanjutkan lagi, "Mereka berkumpul dan berpisah semata-mata karena Allah."

Perpisahan adalah suatu keniscayaan saat telah ada pertemuan. Kisah perpisahan kita memang mengharukan, tetapi ada kisah perpisahan yang lebih mengharukan sejagat raya ini, yaitu perpisahan Rasulullah dengan sahabatnya-sahabatnya.

Tersebutlah nama Bilal bin Rabbah. Setelah Rasulullah wafat ia pindah ke Negeri Syam demi menghindari kesedihan akan kenangan kebersamaan.

Suatu malam ia bermimpi bertemu Rasulullah, "Mengapa engkau belum kembali menziarahi makamku?" tanya Rasulullah. Rindu atas kebersamaan yang telah lalu kembali menyinggahi hatinya. Ketika terbangun pagi itu ia langsung bergegas menuju Madinah.

Ketika Abu Bakar melihat Bilal di Madinah, ia memintanya mengumandangkan kembali adzan seperti waktu Rasulullah masih hidup. Abu Bakar sangat rindu suara indah Bilal. Dengan rasa berat hati Bilal menerima permintaan Sang Khalifah.

"Allahu Akbar." suara itu menggema menggetarkan rasa haru, semua penduduk Madinah merasa tercengang mendengar suara indah yang lama tak terdengar.

"Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah." kalimat itu tak sanggup ia sempurnakan, mengalir air matanya tak tertahankan sampai tubuhnya ikut tersungkur mengingat tentang kebersamaan kala itu.

Hingga akhirnya Bilal pun meminta izin kepada Abu Bakar untuk kembali ke negeri Syam. Ia merasa belum siap untuk kembali mengumandangkan azan di Madinah karena sangat terkenang indah masa-masa dengan Rasulullah. Bilal pun kembali ke Negeri Syam. Ia tinggal hingga wafat di sana.

Meskipun perpisahan itu penuh dengan kesedihan, kita tetap punya pilihan untuk bertahan.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bicara Tentang Palestina Dalam Kelas

Belum Jadi Guru Yang Baik

Guru Aini